Ilmu Kedokteran Forensik

VISUM ET REPERTUM

Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.

  • Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
  • Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
  • Pemberitaan. Bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaan”, berisi semua keterangan pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
  • Kesimpulan. Bagian ini berjudul “kesimpulan” dan berisi pendapat dokter terhadap hasil pemeriksaan, berisikan:
  1. Jenis luka
  2. Penyebab luka
  3. Sebab kematian
  4. Mayat
  5. Luka
  6. TKP
  7. Penggalian jenazah
  8. Barang bukti
  9. Psikiatrik
  • Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP”.

TRAUMATOLOGI

  • Luka Memar
  • Luka Lecet Tekan
  • Luka Lecet Geser

TANATOLOGI

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti.Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa:

  • Lebam mayat / hipostatis / lividitas paska mati / Livor mortis adalah salah satu tanda kematian, yaitu mengendapnya darah ke bagian bawah tubuh, menyebabkan warna merah-ungu di kulit. Karena jantung tidak lagi memompa darah, sel darah merah yang berat mengendap di bawah serum karena gravitasi bumi. Warna ini tidak muncul di daerah-daerah yang berhubungan dengan benda lain karena kapilari tertekan. Livor mortis dimulai sekitar 20 menit sampai 3 jam setelah kematian.
  • Rigor mortis atau kaku mayat terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh. Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah: 1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati. 2.Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama. 3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.
  • Penurunan suhu tubuh
  • Pembusukan –> Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat
  • Mummifikasi –> Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.
  • Adiposera –> Adiposera adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri. Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.

Leave a comment